Tanggal :
21
Desember 2015
Kelompok : 01
Asisten
: Devy
Chaesa
“ANALISA
ASAM AMINO SECARA KUANTITATIF”
Disusun
oleh :
1. Dita
Fitriani ( 14106007 )
2.
Agatha
Sonya ( 14106001 )
3.
Andri
Yanto ( 14106031 )
4.
Aisyah
Nur F ( 14106014 )
5.
Reynaldo ( 14106018 )
PRODI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS BIOINDUSTRI
UNIVERSITAS TRILOGI
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam amino merupakan senyawa organik yang memiliki
gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Gugus karboksil
memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa Asam amino
merupakan monomer dari protein dan perantara dalam metabolisme tubuh. Dalam
bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik yaitu cenderung menjadi asam pada
larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Asam amino memiliki titik
leleh yang sangat tinggi lebih dari 200oC dengan massa molekul
relatif rendah.
Asam amino dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial.
Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat di sintesis oleh
tubuh, sedangkan asam amino non esensial merupakan asam amino yang dapat di
sintesis atau dibuat oleh tubuh melalui proses biosintesa dari senyawa Nitrogen
yang terdapat dalam makanan.
Penentuan kadar dan konsentrasi asam amino pada suatu larutan dapat di
tentukan secara metode kunatitatif yaitu dengan menggunakan spektrofotometer.
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa
dengan mengukur transmitan dan absorbannya. Adapun bagian-bagian dari
spektrofotometer antara lain: kuvet, tempat sampel (kuvet), sumber cahaya,
monokromator, rekorder, dan detektor. Sampel yang berupa larutan dimasukkan
kedalam kuvet. Prinsip dari spektrofotometer adalah pengubahan energi sinar
menjadi energi listrik yang melewati kuvet dan ditampilkan oleh rekorder.
Glisin (asam amino aminoetanoat) dengan rumus kimia C2H5NO2 yang adalah
asam amino paling sederhana dan di butuhkan oleh tubuh karena merupakan asam
amino esensial.
1.2 Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk menentukan asam amino bebas pada kentang dengan cara
spektrofotometri dan mengetahui cara pengukuran secara kuantitatif.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Rabu, 16
Desember 2015 pukul 13.15
sampai 15.45 WIB dengan tempat
pelaksanaan di Laboratorium Biokimia Pangan Lt.4 Universitas Trilogi.
2.2 Alat dan Bahan
a. Alat
Adapun alat yang diperlukan dalam praktikum ini
adalah tabung reaksi, gelas piala, penjepit kayu, vortex, kuvet,
spektrofotometer, labu takar, neraca analitik, dan sentifuga.
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada
praktikum ini antara lain adalah : Glisin,
kentang, nindhidrin 2 %, larutan standar (20, 40, 60, 80, 100 ppm), air suling
(aquadest), tissue.
2.3 Prosedur Kerja
a. Pembuatan Larutan standar
dan Blanko
Analat
Asam Amino Glisin dimasukkan kedalam labu takar 100 ml. Kemudian dibuat dengan
konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm.
Setelah itu ambil 5 mL dan masukkan kedalam tabung reaksi. Masing-masing tabung
reaksi ditambahkan 0,5 mL ninhidrin 2%. Semua tabung reaksi dipanaskan dalam
air mendidih (penangas air) sampai berwarna ungu selama 20 menit. Setelah itu
didinginkan dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan ditambahkan aquadest
sampai tanda tera. Larutan blanko disiapkan dengan mengganti analat dengan air
suling.
b. Analisis
asam Amino dalam sampel
Kentang
ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan kedalam
tabung reaksi ditambahkan air sampai setengah tabung. Lalu vortex selama 5
menit. Supernatan (cairan) diambil dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL dan
ditepatkan sampai tanda tera dengan menambahkan aquadest. Kemudian diambil 5 mL
dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, setelah itu ditambahkan 0,5 mL ninhidrin
2% kedalam tabung reaks. Semua tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih (penangas
air) sampai berwarna ungu selama 20 menit. Setelah itu didinginkan dan dimasukkan
kedalam labu takar 50 mL dan ditambahkan aquadest sampai tanda tera. Kemudian
dilakukan pengenceran dengan mengambil 0,5 mL dan di tera kembali.
c. Pembuatan
spektrum serapan zat
Kuvet
diisi dengan salah satu larutan standar (blanko) yang ditentukan pada penentuan
kadar asam amino bebas. Absorban larutan dihitung pada panjang gelombang 570 nm
dengan interval 5. Setiap interval adalah panjang ukur larutan standar (blanko)
dan larutan sampel. Absorban dan tranmitan akan keluar pada layar monitor
berupa angka dan grafik.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Larutan Standar
dan Blanko
·
Penghitungan konsentrasi
(ppm)
M1.V1 = M2 .V2 M1.V1
= M2 .V2
0 ppm . 50 mL = 20 ppm . V2 0
ppm . 50 mL = 80 ppm . V2
V2 = 20 mL V2 = 80 mL
M1.V1 = M2 .V2 M1.V1 = M2 .V2
0 ppm . 50 mL = 40 ppm . V2 0
ppm . 50 mL = 100 ppm . V2
V2 = 40
mL V2 = 100 mL
M1.V1 = M2 .V2
0 ppm . 50 mL = 60 ppm . V2
V2 = 60 mL
Tabel 1: Warna yang
dihasilkan pada setiap konsentrasi
Konsentrasi
|
20 ppm
|
40 ppm
|
60 ppm
|
80 ppm
|
100 ppm
|
Warna
|
Bening
|
Biru seulas
|
Kebiruan
|
Biru
|
Biru Pekat
|
Dari data diatas dapat diketahui bahwa semakin
tinggi konsentrasi analat maka semakin warna biru suatu larutan. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah konsentrasi (ppm) maka semakin tidak berwarna suatu
larutan (bening). (Gambar 1)
Gambar 1 Gambar
2
b.
Regresi
No.
|
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
1.
|
0 ppm
|
0
|
2.
|
20 ppm
|
0,039
|
3.
|
40 ppm
|
0,069
|
4.
|
80 ppm
|
0,197
|
5.
|
100 ppm
|
0,299
|
Pada
deret standar glisin diperoleh hasil antara lain: pada konsentrasi 20 ppm
dengan absorbansi 0.039, pada konsentrasi 40 ppm dengan absorbansi 0.069, pada
konsentrasi 80 ppm dengan absorbansi 0.197, dan pada konsentrasi 100 ppm dengan
absorbansi 0.299. dalam hal ini tidak dipakai konsentrasi 60 ppm karena
diperoleh hasil absorbansi yang tidak akurat di akibatkan oleh kurangnya
ketelitian dalam pengerjaan pembuatan larutan.
Dengan Y adalah 0.003 dan RSQ atau R2
0,96467 menunjukkan bahwa dapat dikatakan data larutan standar akurat karena
semakin dekat dengan angka 1 maka semakin akuratlah suatu data sebagai pertanda terbentuk garis lurus linear
pada rentang konsentrasi yang dibuat.
Penentuan kadar sampel metode
regresi linear yaitu metode parametrik dengan variabel bebas (konsentrasi
sampel) dengan variabel terikat (absorbansi sampel) menggunakan persamaan garis
regresi Kurva Larutan Baku. Konsentrasi sampel dapat dihitung berdasarkan
persamaan kurva baku tersebut (Rohman, 2007)
c.
Uji Asam Amino dalam sampel Kentang
Pada
percobaan ini ditimbang bobot sampel kentang adalah 0,5042 g. Pada
spektrofotometer menggunakan interval 5
dan panjang gelombang 570 nm. Absorbansi 1 adalah 0,007, Absorbansi 2
adalah 0,006, dan Absorbansi 3 adalah
0,007.
Dibawah
ini adalah penentuan X1, X2, X3 dan rata-rata dari ketiga absorbansi dari
sampel kentang yang diambil dari supernatan ekstrak kentang.
Y = Bx + A
Y = 0,0029x – 0,0202
·
Absorbansi 1 : 0,007
0,007 =
0,0029 (X1) – 0,0202
X1 =
9,3793
·
Absorbansi 2 : 0,006
0,006 =
0,0029 (X2) – 0,0202
X2 =
9,0344
·
Absorbansi 3 : 0,007
0,007 =
0,0029 (X2) – 0,0202
X3 =
9,3793
Ø Absorbansi
Rata-rata = = 0,0066
·
Absorbansi Rata-rata : 0,0066
0,0066 =
0,0029 (χ) – 0,0202
Rata-rata (χ)
= 9,2413
Dari data
diatas hasil regresi dan perhitungan diketahui bahwa B = 0,0029 dengan A =
0,0202 sedangkan diperoleh X1 adalah 9,3793, X2 adalah 9,0344, X3 adalah 9,3793
dan Rata-rata (χ) adalah 9,2413.
Literatur
yang ditemukan menyebutkan bahwa (Rohman, A, 2007) Absorban yang terbaca di
pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika terbaca di transmitan. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaanT adalah 0,005 atau 0,5 %
(Kesalahan fotometrik).
Pada uji
Asam amino pada sampel kentang ini dilakukan pengenceran kembali karena sampel
kentang yang diberikan terlalu kecil sehingga setelah dipanaskan tidak terjadi
perubahan warna menjadi biru, sehingga diharapkan setelah dilakukan pengenceran
larutan dapat terbaca di spektrofotometer.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa konsentrasi glisin pada kentang sangat kecil yang
ditandai dengan absorbnsi pada spektrofotometer yang kecil dan tidak terjadinya
perubahan warna menjadi biru karena sampel yang diberikan sangat kecil. Setelah dilakukan percobaan dengan perlakuan
pemberian sampel sebanyak 1 g, 1,5 g dan 2 g terdapat perbedaan yang drastis,
yaitu semakin besar bobot sampel yang diberikan maka semakin pekat warna biru
pada larutan. (Gambar 2)
BAB IV
SIMPULAN
pada
konsentrasi 20 ppm dengan absorbansi 0.039, pada konsentrasi 40 ppm dengan
absorbansi 0.069, pada konsentrasi 80 ppm dengan absorbansi 0.197, dan pada
konsentrasi 100 ppm dengan absorbansi 0.299. dalam hal ini tidak dipakai
konsentrasi 60 ppm karena diperoleh hasil absorbansi yang tidak akurat di
akibatkan oleh kurangnya ketelitian dalam pengerjaan pembuatan larutan. Dengan Y adalah 0.003 dan RSQ 0,96467 menunjukkan
bahwa dapat dikatakan data larutan standar akurat karena semakin dekat dengan
angka 1 maka semakin akuratlah suatu data.
Pada konsentrasi 20 ppm larutan bening, pada
konsentrasi 40 ppm berwarna biru seulas, dan pada konsentrasi 60 ppm berwarna
kebiruan, sedangkan pada 80 ppm berwarna
bitu serta konsentrasi 100 ppm berwarna biru pekat. Pembuatan larutan blanko
hampir sama dengan pembuatan larutan standar.
Dari data
diatas hasil regresi dan perhitungan diketahui bahwa a = 0,0029 dengan b =
0,0202 sedangkan diperoleh X1 adalah 9,3793, X2 adalah 9,0344, X3 adalah 9,3793
dan Absorbansi rata-rata adalah 9,2413.
Pada uji Asam amino pada sampel kentang ini
dilakukan pengenceran kembali karena sampel kentang yang diberikan terlalu
kecil sehingga setelah dipanaskan tidak terjadi perubahan warna menjadi biru,
sehingga diharapkan setelah dilakukan pengenceran larutan dapat terbaca di
spektrofotometer.
DAFTAR PUSTAKA
·
Almatsier, J. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
·
Anna Poedjiadi. 1994. Dasar-Dasar
Biokimia. Jakarta: UI Press
·
Hawab, H.M. 2005. Pengantar Biokimia. Edisi Revisi. Bayumedia. Medan
·
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
·
Seftiono, Hermawan. 2015. Modul Praktikum Biokimia Pangan.
Universitas Trilogi. Jakarta
·
Stanley, H. 1988. Kimia Organik.
Institut Teknologi Bandung. Bandung